Rabu, 28 Juni 2017

Hukum Asuransi Dalam Islam Halal ataukah Haram? ini Penjelasanya

Posted on Rabu, 28 Juni 2017
Meskipun dinegara kita lebih banyak didominasi beragama Islam ternyata banyak dari kita yang tidak tau wacana hukum asuransi dalam pandangan Islam. Dunia perniagaan sampaumur ini sudah mengalami perkembangan sedemikian rupa. Salah satu bentuk perkembangan tersebut ialah dalam bentuk asuransi. Asuransi sendiri ialah pertanggungan yang berasal dari kata insurance dalam bahasa Inggris. Asuransi merupakan bentuk perjanjian antara pihak tertanggung atau nasabah dengan penanggung di dalam perusahaan asuransi. Dalam hal ini, pihak penanggung dari perusahaan asuransi bersedia menanggung sejumlah kerugian yang mungkin dialami oleh pihak tertanggung/ nasabah di masa depanya. Namun sebelumnya nasabah harus terlebih dahulu untuk melaksanakan pembayaran uang atau sering disebut dengan premi.


Hukum asuransi menurut pandangan islam
Di Indonesia sendiri lebih banyak didominasi penduduknya beragama Islam, apakah praktek-praktek yang ada dalam asuransi sah menurut hukum Islam? Bagaimana Islam sendiri memandang asuransi? Untuk lebih jelasnya simak uraiannya di bawah ini.
Definisi Asuransi dalam Islam Definisi asuransi ialah sebuah kesepakatan yang mengharuskan perusahaan asuransi atau disebut muammin dalam hukum Islam untuk menunjukkan imbalan kepada nasabah yang dalam hukum Islam disebut muamman. Imbalan di sini ialah sebagai bentuk konsekuensi pada kesepakatan yang telah disepakati antara muammin dan muamman. Imbalan itu mampu berupa bentuk barang atau uang sebagai pertolongan ganti rugi akhir bencana atau kecelakaan yang menimpa muamman. Berdasarkan penjelasan di atas, maka mampu dikatakan bahwa asuransi ialah salah satu cara pembayaran ganti rugi kepada pihak yang mengalami bencana alam di mana dananya diambil dari iuran premi yang telah dibayarkan setiap bulannya.
Asuransi Konvensional Di Indonesia sendiri, yang telah merebak ialah asuransi yang sifatnya konvensional. Ciri-ciri asuransi konvensional sendiri ialah : 1. Akad asuransi konvensional ialah perjanjian yang wajib dilaksanakan bagi kedua belah pihak antara muammin dan muamman, kesepakatan ini disebut dengan kesepakatan mulzim. Kedua kewajiban ini ialah kewajiban muamman membayar premi-premi asuransi dan kewajiban muammin menunjukkan asuransi kalau terjadi peristiwa yang menimpa muamman.
2. Akad di dalam asuransi ini ialah di dalamnya kedua orang berakad dapat mengambil pengganti dari apa yang telah diberikannya. Akad ini dalam hukum Islam disebut kesepakatan mu’awwadhah.
3. Akad asuransi dalam hukum Islam juga disebut dengan kesepakatan gharar karena masing-masing dari kedua belah pihak waktu yang sama melangsungkan kesepakatan yang tidak diketahui jumlah yang diberikan dan jumlah yang akan diambil.
4. Dalam asuransi pihak yang besar lengan berkuasa ialah perusahaan asuransi karena dia lah yang menentukan syarat-syarat yang tidak dimiliki muamman. Pada hukum Islam kesepakatan ini disebut dengan kesepakatan ‘i’dzan.
Hukum Asuransi dalam Islam Hukum asuransi dipandang dalam sudut pandang Islam sendiri ada aneka macam pandangan yang mengatakan asuransi ini haram tapi ada pula pendapat yang mengatakan bahwa hukum asuransi dalam Islam juga diperbolehkan. Bagi yang beranggapan bahwa asuransi itu tidak Islami atau dalam hukum Islam disebut haram, pendapat ini didasarkan firman Tuhan SWT berikut ini :


Q. S. Hud: 6
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya.” (Q. S. Hud: 6)





Hukum asuransi dalam Q. S. An-Naml: 64
“……dan siapa (pula) yang menunjukkan rezeki kepadamu dari langit dan bumi? Apakah di samping Tuhan ada Tuhan (yang lain)?…Katakanlah: “Unjukkanlah bukti kebenaranmu, kalau kau memang orang-orang yang benar" (Q. S. An-Naml: 64)





Hukum asuransi dalam Q. S. Al-Hijr: 20
“Dan kami telah menyebabkan untukmu dibumi keperluan-keperluan hidup, dan (kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kau sekali-kali bukan pemberi rezeki kepadanya.” (Q. S. Al-Hijr: 20)
Ayat ini menunjukkan bahwa asuransi itu tidak Islami. Orang yang melaksanakan asuransi sama halnya dengan orang yang menginkari rahmat Allah. Allah-lah yang menentukan segala-galanya dan yang menunjukkan rezeki kepada makhluk-Nya. Ketiga ayat tersebut dapat dipahami bahwa Tuhan bahwasanya telah menyiapkan segalanya untuk keperluan semua makhluk-Nya, termasuk insan sebagai khalifah di muka bumi. Tuhan SWT telah menyiapkan materi mentah, bukan materi matang. Manusia masih perlu mengolahnya, mencarinya dan mengikhtiarkannya.
Melibatkan diri ke dalam asuransi ini ialah salah satu ikhtiar untuk menghadapi masa depan dan masa tua. Namun karena problem asuransi ini tidak dijelaskan secara tegas dalam nash Allah, maka masalahnya dipandang sebagai problem ijtihadi, yaitu problem yang mungkin diperdebatkan dan tentunya perbedaan pendapat sukar dihindari.
Beberapa pandangan mengenai hukum asuransi dalam Islam pun dibagi menjadi 3, yaitu :
1. Hukum Asuransi dalam Islam itu Haram Asuransi itu haram dalam segala macam bentuknya, termasuk asuransi jiwa. Pendapat ini disampaikan oleh Sayyid Sabiq, Abdullah al-Qalqii (Mufti Yordania), Yusuf Qordhowi dan Muhammad Bakhil al-Muth’i (Mufti Mesir).
Alasan-alasan mengapa dia mengatakan hukum asuransi dalam Islam itu haram ialah : => Asuransi sama dengan judi
=> Asuransi mengandung unsur-unsur yang tidak terang dan tidak pasti
=> Asuransi mengandung unsur riba
=> Asuransi mengandung unsur pemerasan. Mengapa? Sebab pemegang polis apabila tidak mampu melanjutkan pembayaran preminya, akan hilang premi yang sudah dibayar atau dikurangi.
=> Premi-premi yang sudah dibayar akan diputar dalam praktek-praktek riba
=> Asuransi termasuk jual beli atau tukar menukar mata uang tidak tunai
=> Hidup dan matinya insan dijadikan objek bisnis, itu artinya sama saja dengan mendahului takdir Tuhan SWT. 2. Hukum Asuransi dalam Islam itu Mubah(Boleh) Pendapat yang kedua disampaikan oleh Abdul Wahab Khalaf, Mustafa Akhmad Zarqa (Guru Besar Hukum Islam Fakultas Syari’ah Universitas Syria), Muhammad Yusuf Musa (Guru Besar Hukum Islam Universitas Cairo Mesir) dan Abdur Rakhman Isa (pengarang kitab al-Muamllha al-Haditsah wa Ahkamuha.
Alasan-alasan mereka mengatakan hukum asuransi dalam Islam mubah ialah : => Tidak ada nash (al-Qur’an dan sunnah) yang melarang asuransi.
=> Ada kesepakatan dan kerelaan dari kedua belah pihak
=> Saling menguntungkan kedua belah pihak
=> Asuransi dapat menanggulangi kepentingan umum, alasannya ialah premi-premi yang terkumpul dapat diinvestasikan untuk proyek-proyek yang produktif membangun.
=> Asuransi termasuk kesepakatan mudhorobah (bagi hasil)
=> Asuransi termasuk koperasi (Syirkah Ta’awuniyah)
=> Asuransi dianalogikan dengan sistem pensiun menyerupai taspen. 3. Hukum Asuransi dalam Islam Ada yang Haram dan Ada yang Mubah Ada dua pendapat yang mengatakan asuransi mampu haram dan juga mampu mubah. Pendapat ini disampaikan oleh Muhammad Abdu Zahrah (Guru Besar Hukum Islam Universitas Cairo, Mesir). Menurutnya, asuransi yang sifatnya sosial itu diperbolehkan, sedangkan asuransi yang sifatnya dikomersilkan hukumnya haram. Alasan-alasannya hampir sama dengan poin yang pertama dan kedua.
Nah, dari penjabaran-penjabaran yang telah diuraikan di atas, kiranya dapat dipahami bahwa problem asuransi yang berkembang dalam masyarakat memang mengalami dilematik. Banyak masyarakat muslim yang mempertanyakan hukum asuransi dalam Islam. Apakah haram atau mubah? Semuanya memang mengalami keragu-raguan sehingga sukar mencari tahu mana yang benar. Tapi jangan hingga keyakinan itu hingga berdasarkan pada keraguan, sebagaimana dalam Qowaidhul Fiqhiyyah,”Al-yaqqinu la yuzzalu bissyak,”. Keyakinan tidak mampu ditimpakan pada keragu-raguan. Semoga artikel ini mampu sedikit membantu Anda yang ingin mengetahui hukum asuransi dalam Islam.